Selasa, 19 Maret 2013

Meilianisa pertemuan 1 dan 2


TUGAS
Metodologi Pengembangan Motorik Anak Usia Dini









Disusun oleh:
Meilianisa 1201155021



Pertumbuhan dan Perkembangan
Objek psikologi adalah perkembangan manusia sebagai pribadi. Pengertian perkembangan menunjukkan pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisik seseorang, sedangkan perkembangan berkaitan dengan perubahan psikis seseorang. Proses pertumbuhan dan perkembangan berbeda antara manusia yang satu dengan yang lain. Faktor hereditas serta faktor lingkungan sangat memepengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Faktor hereditas mengarah pada genetis individu yang pastinya berbeda antara yang satu dengan yang lain Faktor hereditas tidak dapat di ubah karena itu adalah faktor yang sudah ada ketika kita lahir dan akan terus ada. Faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam perkembangan karena anak pada saat mulai berkembang tentunya berada pada lingkungan tertentu, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, di lingkungan masyarakat kita mulai beradaptasi dengan orang banyak mulai mengenal bagaimana hidup berdampingan dengan orang banyak, dan bagaimana kita bisa menyikapi hal- hal yang ada dalam masyarakat baik itu hal yang positif maupun hal yang negatif
Pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala, jantung, paru-paru, dan sebagainya. Pertumbuhan fisik bersifat meningkat, menetap, dan kemudian mengalami kemunduran sejalan dengan bertambahnya usia. Dalam pertumbuhan hanya mengacu pada fisik atau tubuh, hanya terbatas pada sifat evolusi dan hanya pada batas waktu tertentu.
Dengan demikian, perkembangan lebih merujuk pada kemajuan mental dan perkembangan rohani, sedangkan pertumbuhan lebih cenderung menunjuk pada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan kemudian menurun menuju pada keruntuhannya.
Setiap perkembangan memiliki fase- fase dan tugas perkembangan antara lain:
     Masa Prenatal, masa dimana bayi dalam kandungan ibu
       Masa Bayi, masa dimana anak lahir kedunia dan masih bergantung pada lingkungan maupun orang sekitar
       Masa Anak- anak, masa dimana mulai mengenal lingkungan dan sudah mulai mendapat pendidikan yang utama yaitu pendidikan dari keluarga sebagai awal untuk menuju pendidikan formal.
       Masa Remaja, masa peralihan antara anak- anak menuju dewasa dan biasanya pada masa ini mereka mulaimencari jati diri, bagaimana sebenarnya mereka, dan mau apa mereka selanjutnya.
         Masa dewasa, kondisi psikis mulai stabil, sudah bisa menyelesaikan masalah dengan fikiran jernih dan hati yang tenang serta sudah bisa mengambil sikap untuk masa depannya kelak.
       Masa tua, dimana seseorang sudah mantap dengan jalan hidupnya dan apa yang di ambil pada masa dulu, pada masa ini kondisi fisik dan psikis sudah mulai menurun cara kerjanya.





Pada hakikatnya fase dan tugas perkembangan individu itu sama yang membedakan adalah waktu dalam perkembangannya,dan fase yang mempengaruhinya adalah faktor internal yang biasanya hanya dimiliki oleh individu tersebut, atau menjadi ciri khas masing- masing individu. Dan yang kedua adalah faktor eksternal yang biasanya dapat berubah karena pengaruh dari luar atau sesuatu yang mampu merubah hal itu.
Perkembangan tidak hanya terbatas pada perubahan mental saja, tetapi ada penyebab akibat terjadinya perkembangan dalam diri manusia disebut prinsip- prinsip perkembangan. Macam- macam prinsip perkembangan adalah:
1.      Perkembangan tidak terbatas pada dalam arti tumbuh menjadi besar, namun mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progesif, teratur, koheren, dan saling berkesinambungan.
2.      Perkembangan menuju proses berdiferensiasi dan integrasi.
3.      Perkembangan dimulai dari respons- respons yang bersifat umum menuju yang khusus.
4.      Tahap perkembangan manusia berlangsung berantai dan bersifat universal.
5.      Perkembangan pada anak mempunyai tempo kecepatan yang berbeda-beda,baik dalam organ atau aspek kejiwaannya maupun cepat lambatnya perkembangan tersebut dan tempo perkembangan terbagi menjadi 3 kategori yaitu: cepat, sedang, dan lambat.
6.      Perkembangan manusia tidak tetap, kadang naik kadang turun.
7.      Perkembangan dipengaruhi oleh faktor hereditas dan faktor lingkungan.
8.      Dalam perkembangan terdapat masa peka.

TEORI PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN MANUSIA
·         ERIK H. ERIKSON
Erikson mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan perkembangan, yaitu:
1.      Dunia bertambah besar seiring dengan diri kita.
2.      Kegagalan bersifat kumulatif.
Dalam pengertian Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah stage perkembangan akan menghambat sebuah proses perkembangan ke stage berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang dengan sendirinya, bahkan terakumulasi dalam stage perkembangan berikutnya.
Dari penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena menggunakan konsep ego) ini melihat bahwa jalur perkembangan merupakan interaksi antara tubuh (pemrograman biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh budaya.
Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang sejak kelahiran hingga kematian.
1.      Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
-          Hasil perkembangan ego: trust vs mistrust (percaya vs tidak percaya)
-          Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan
Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan peranan terpenting untuk memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada anak, dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini. Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.

2.      Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
-          Hasil perkembangan ego: autonomy vs shame (otonomi vs rasa malu)
-          Kekuatan dasar: Pengendalian diri, keberanian, dan kemauan (will)
Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan yant muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK. Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa percaya dirinya.

3.      Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
-          Hasil perkembangan ego: initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)
-          Kekuatan dasar: Tujuan
Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang berjuang dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat anak laki-laki yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya. Kegagalan melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah.
Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara).
4.      Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
-          Hasil perkembangan ego: Industry vs Inferiority (Industri vs Inferioritas)
-          Kekuatan dasar: Metode dan kompetensi
Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.
Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.
5.      Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun
-          Hasil perkembangan ego: Identity vs Role confusion (identitas vs kebingungan peran)
-          Kekuatan dasar: devotion and fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)
Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya, sejak stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan. Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini, seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.
6.      Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
-          Hasil perkembangan ego: Solidarity vs Isolation (Solidaritas vs isolasi)
-          Kekuatan dasar: affiliation and love (kedekatan dan cinta)
Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan. Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.
7.      Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
-          Hasil perkembangan ego: Generativity vs Self Absorption or Stagnation
-          Kekuatan dasar: production and care (produksi dan perhatian)
Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak aktifan dan ketidak bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan berubah, ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-absorpsi atau stagnasi.
Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.
8.      Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65tahun hingga mati
-          Hasil perkembangan ego: Integritas vs Despair (integritas vs keputus asaan)
-          Kekuatan dasar: wisdom (kebijaksanaan)
Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah yang paling benar.













PsikodinamikA
adalah teori dan kajian tentang sistem kuasa psikologi tindak tanduk manusia, terutamnya yang berkaitan dengan kesedaran dan ketidaksedaran mental. Ahli psikologi Sigmund Freud telah membangunkan teori psikodinamik dalam mengambarkan ‘proses fikiran’ (minda) yang didorong oleh daya psikologikal ‘libido’ (nafsu berahi yang bersifat nurani)
Psikodinamika  juga adalah gabungan daripada psikologi dan dinamik. Psikologi adalah kajian tentang proses mental dan fikiran terutamanya berhubungan dengan perlakuan manusia dan sesuatu kumpulan tertentu , manakala dinamik pula adalah bertenaga dan berkekuatan yang mampu membuat penyesuaian serta menerbitkan pembaharuan dan juga kemajuan. Oleh yang demikian psikologi dinamik adalah kajian tentang hubungan antara pelbagai bahagian minda, personaliti atau psikik yang berhubung rapat dengan mental, emosi dan motivasi terutamanya pada alam bawah sedar.
Daya mental yang terlibat dalam psikodinamik selalunya dibahagikan kepada dua iaitu yang pertama daya interaksi emosi iaitu interaksi yang membangkitkan daya emosi dan motivasi yang mempengaruhi perilaku dan cara berfikir terutama di tahap separuh sedar, kedua daya batiniah yang mempengaruhi perilaku yang juga yang membangkitkan daya emosi dan motivasi yang mempengaruhi perilaku dan cara berfikir
Psikodinamik mempunyai beberapa ciri-ciri antaranya (i) tingkahlaku dan perasaan kita dikuasai oleh rangsangan separuh sedar, (ii) tingkahlaku dan perasaan orang dewasa (termasuk yang mempunyai masalah psikologi) adalah berakar daripada pengalaman beliau semasa kecil, (iii) semua tingkahlaku mempunyai sebab (biasanya tidak sedar) malah apabila kita tersilap berkata-kata semuanya ditentukan oleh tingkahlaku, (iii) personaliti dibahagikan kepada tiga iaitu id, ego dan superego,(iv) Tingkah laku digerakkan oleh daya naluri, Eros (nafsu berahi dan naluri hidup) dan Thantos (agresif dan naluri mati). Kedua-duanya dipandu oleh ‘id’. (v) Sebahagian daripada minda tidak sedar (id dan superego) adalah sentiasa berkonflik dengan daya sedar (ego) dan personaliti dibentuk dan dipandu daripada konflik yang berbeza diwaktu kecil (semasa perkembangan psikoseksual).
Walaupun psikodinamik adalah salah satu kajian secara klinikal dalam teori psikoanalisis yang mempraktikkan kajian secara psikoanalitik, ianya telah di perkembangkan oleh pengikut-pengikut Freud yang lain seperti Carl Jung (1964), Adler (1927), dan Erikson (1952). Kini di abad ke 21 ini psikodinamik melibatkan pelbagai bidang disiplin dimana ia adalah proses menganalisa dan membuat pengkajian manusia, tindakbalas terhadap corak dan pengaruh. Penyelidikan dalam bidang ini melibatkan pemahaman kepada kita dalam memahami tindakbalas-tindakbalas tertentu terhadap kesedaran dan ketidaksedaran daripada kederiaan kita pada imej, jalinan, bunyi dan lain-lain.
Sungguhpun begitu kajian tentang ini juga terdapat didalam kesenian tradisi orang Melayu sejak menduduki nusa tenggara ini sejak beratus-ratus tahun dahulu yang tidak dikaji secara saintifik seperti psikilogi tindak tanduk manusia didalam seni pergerakan silat, tarian malah dalam seni persembahan wayang kulit dan untuk mengubati penyakit seperti mak yong juga dilihat diantara antara dunia sedar dan tidak sedar ini silih berganti melalui asyiknya pergerakan tubuh. Malah istilah amuk itu sendiri begitu unik sekali kerana ia hanya ada di dalam jiwa orang Melayu sahaja yang tidak ada didalam budaya bangsa lain, dan tidak hairanlah terma amuk diberi juga maksud amok yang dalam kamus bahasa lain yang maksud berjuang, bertempur atau bertikam yang boleh dikaitkan dengan gerak geri minda separa sedar Melayu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFAeNdITKL9pwDUbFAFJBoKZSAeNO7TYYfm8TxWT5QISUOoJGqNr-DeWqIkTf1YJ_0UIPk90SzleQ2Oltq7zTsvE61rwr5IdhVasVc6ZTbi8TQg0aBYt-hYOrhOYO-nDxVP-_-jS15Jvoc/s200/no.1_1.jpg
'Pursuit of Happiness' 2011
Salah satu yang terdapat pada teori psikodinamik adalah mempunyai memiliki pemahaman perkembangan zaman kanak-kanak dengan lebih mendalam Dalam karya-karya Ali Nurazmal beliau menggunakan imejan-imejan figuratif kanak-kanak dalam setiap catannya. Karya-karya Ali dilihat seolah-olah beliau beremosi kembali pada pengalaman kanak-kanak yang pernah dilaluinya. Dalam karya catan ‘ ‘ misalnya terdapat tiga figura tubuh kanak-kanak, disebelah bahagian kiri terdapat potret muka seorang kanak-kanak dicat merah mukanya seolah-olah sedang mengalami histeria menjeritkan berkehendakan sesuatu, dibahagian tengah terdapat postur kanak-kanak yang berpakaian sut kemas yang sedang mengayakan seperti seni mempertahankan diri kung-fu yang terdapat kapal terbang mainan berterbangan disisinya, manakala dibahagian kanan sekali juga ada seorang budaya yang seolah-oleh sedang menaiki belon yang dikelilingi oleh awan seolah-olah sedang terbang diudara, Ali seperti yang saya nyatakan dalam ciri-ciri kedua psikodinamik iaitu tingkahlaku dan perasaan orang dewasa (termasuk yang mempunyai masalah psikologi) adalah berakar daripada pengalaman beliau semasa kecil dengan menggunakan catan dalam meneroka keinginnnya alam bawah sedar itu.
 Dalam karya-karya Arif Fauzan beliau lebih percaya menggunakan figura diri, bayang-bayang diri beliau terjelma dalam catan ‘Grave Digger’, ‘Keep Grounded’ dan ‘What Behind Your Back’ dilihat Arif seperti berada di alam minda tidak sedar id dan superego yang sentiasa berkonflik dengan daya sedar atau ego yang berada di dalam personaliti beliau yang sebenar yang dibentuk dalam setiap catan itu. Dalam ‘The Little Thinker’ dua imej yang dilukis bertentangan diatas wajahnya diwaktu kecil seperti sedang memikirkan bersama buku tebal (seolah gerak perlakuan orang dewasa) manakala dibahagian bawah pula seperti beliau sedang menyampaikan slogan dan retorika daripada buku diatas tadi (waktu kecil) beliau dilihat berkonflik dengan waktu iaitu diantara dengan keinginan beliau yang berbeza diwaktu kecil semasa perkembangan psikoseksual. Kebanyakan karya beliau ingin menjadi diri sendiri (‘real self’ dan ‘ideal self’) yang diresap oleh budaya massa disekitarnya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXSiAKoNZhtu65ANvk2523A18Txk7ryn8ZmJcI5k0XMORDr8KTh-Fb6-4gb3OU9dkIjkqzt6Pha5H2Hlrh7VsoTqHcPdSVtivWvAS_MLMwvgQYr6KiBR7N3klHJBWrt4FL3ao0nBVf7DBa/s200/Hushinaidi+Abdul+Hamid1.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaZyKjxDGPaiPw1ffr9UR6Ulma6Fk1k51F8A3hjfQKDZxHbTKifmKuDW15B5lEPmy-V9Gdi6sSqGaNT15j5yiN_m3XFojCeKRWNN5uuRjZ1-dx6hrHsX2uLVF2Uhln4fDCsK2nKtIAw1F4/s200/Hushinaidi+Abdul+Hamid12.jpg
'Studies for Sedekad Kita' 2011'Sedekad Kita' 2011
Apa yang menarik dalam karya Hushinaidi Abd Hamid adalah kedua-dua karya ‘Sedekad Kita’ 2011. Dalam karya lukisan kajian dengan menggunakan pastel minyak di atas kertas beliau menggunakan model orang muda yang sedang duduk diatas kerusi disamping sebelah kaki diletakkan diatas kerusi dan disetkan juga seulas buah pisang diatas lutut, sungguhpun karya ini lebih menitikberatkan kemahiran kekuatan figuratif yang dikawal rapi dari segi proposi, kadar banding dan pengcahayaan namun jika kita bandingkan dengan catan ‘Sedekad Lalu’ iaitu cat minyak diatas kanvas yang mungkin mengambarkan model yang sama tetapi setelah usianya ditelan berdekad tahunnya yang telah tua, begitu juga dengan seulas pisang tadi. Husnaidi mengambil buah pisang sebagai simbol yang merupakan nutrien penting dalam pembinaan otot terutamanya dibahagian reproduktif manusia dalam teori psikodinamik idea pengkaryaan beliau ini yang didorong oleh daya psikologikal libido atau nafsu berahi. Sungguhpun begitu dalam hasil karya Carl Jung pengertiannya lebih umum daripaa ghairah seksual yang diperkenalkan oleh Freud. Jung mengatakan libido juga adalah kuasa psikik (berkaitan jiwa dan fikiran manusia) yang dimiliki individu untuk digunakan bagi perkembangan peribadi atau individu, disini saya boleh mengatakan bahawa Hushinaidi berjaya menggabungkan kedua-dua psikodinamik dan tubuh dalam pengkaryaannya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhuk0EWo6Mwwk7vtk4UsLG1DPwOyTJOOLGsrnNlaxao4pagGW8FuUAcUZXrMecFUC6hwMKLGG8IqWNhyphenhyphenc3XH_W20TYY-YwTq9QginygP3ujV5l5X0WroOgNiLhHLKXBh57q0K7o1tm7wiww/s200/New+Image.JPGhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsSg_zfGsaynyHNkyjnipJEnnGHzFTBkqh3Gg8tXDWqcUvxOhIXOt6e_63hC23EJUQ3DIHSykij-sb8jUnp9VPL4rxx6QqEKfjyAxvz2nyRDETLlnJmfYiRFdUcq7l0JpZyW-gllNZ5IoR/s200/the+target.jpg
‘Form Study Sleeping’ 2011 ‘Sleeping’ 2011
Dalam karya Uzaini Amir yang bertajuk ‘Sleeping’ iaitu wajah seorang tua yang kelihatan sedang tidur. Tidur adalah tabiat semulajadi manusia yang berkaitan terhentinya sementara aktiviti kederiaan manusia dan tidak mengaktifkan hampir seluruh urat saraf kita. Ia adalah satu tindakbalas senyap yang mengecilkan kemampuan kita bereaksi terhadap tindakbalas rangsangan dan boleh disamakan dengan koma atau (tidak sedarkan diri). Tidur juga meremajakan semula imunisasi, saraf, kerangka tulang dan sistem-sistem otot manusia. Tidur sering dikaitkan dengan mimpi, bermimpi adalah pengalaman kederiaan kita dalam memahami imej-imej dan bunyi-bunyi semasa tidur.
Manusia membuat pelbagai andaian dan hipotesis mengenai mimpi dalam tidur misalnya dalam karya Freud yang bertajuk ‘The Interpretation of Dreams’ dimana dalam buku itu beliau memperkenalkan teori ‘tidak sedarkan diri’ (unconscious) dalam membuat interpritasi terhadap mimpi. Beliau juga menanggap mimpi dalam tidur adalah ekspresi simbol kepada hasrat yang terkecewa dalam minda tanpa sedar dimana beliau menggunakan teknik klinikal psikoanalisis dalam membuat interpritasi terhadap mimpi untuk mendedahkan rahsia mimpi itu tadi. Pada pandangan Freud mimpi adalah ‘komunikasi secara ghaib’ (supernatural communication) iaitu aktiviti keinginan atau perkara yang ingin dihajati atau ditunaikan yakni percubaan minda tidak sedar dalam menghuraikan sesuatu konflik samada yang berlaku kini atau yang telah lepas. Dalam karya ‘Sleeping’ atau tidur ia boleh dikaitkan dengan aktiviti tidak sedar diri oleh manusia apabila keletihan dan mengantuk. Uzaini terlebih dahulu melakukan pengkajian rupa bentuk figura seorang tua yang memejamkan matanya dengan menggunakan pastel. Penyelidikan anatomi muka ini kemudiannya diterjemahkan kedalam cat minyak yang lebih menampakkan bentukan raut pada wajah muka seorang tua itu tadi.
Kesimpulannya karya-karya dalam pameran berkumpulan ‘Figuratif Psikodinamik’ oleh Ali Nurazmal Yusoff, Arif Fauzan, Hushinaidi Abd Hamid dan Uzaini Amir adalah cerminan kebersamaan kepada pergolakan mental pencipta seni terhadap psikologi terhadap pengalaman dunia mereka. Pengkaryaan mereka telah memungkinkan saya juga memperkenalkan terma baru dalam menambahkan lagi nahu bidang seni lukis tubuh itu sendiri iaitu ‘figuratif psikodinamik’ bermaksud tindakbalas mental separuh sedar artis terhadap pengkajian tubuh manusia berdasarkan teori psikodinamik.








Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget.
Menurut Piaget, proses pemikiran kita berubah secara menyeluruh bermula selepas lahir sehingga kita mencapai kematangan. Setiap individu akan sentiasa mencuba untuk memahami dan mengadaptasi perubahan-perubahan yang berlaku di persekitaran mereka. Piaget mengenalpasti empat faktor yang saling berkait yang boleh mempengaruhi proses pemikiran individu.
  • Kematangan biologi. Proses pemikiran yang dipengaruhi oleh faktor baka/genetik.
  • Interaksi individu dengan persekitaran. Individu berinteraksi dengan persekitaran untuk memahami perkara-perkara yang berlaku. Mereka akan meneroka, menguji, memerhati dan menyusun maklumat yang didapati.
  • Pengalaman sosial. Perkembangan kognitif juga dipengaruhi oleh pergaulan individu dengan orang-orang di persekitaran : ibu bapa, adik beradik, rakan, guru dan sebagainya.
  • Keseimbangan. Proses keseimbangan adalah merupakan salah satu cara yang digunakan oleh individu untuk mengadaptasi dengan situasi-situasi yang baru dialami.
Proses mencapai keseimbangan.
  • Menurut Piaget, setiap individu cenderung untuk memahami persekitaran mereka.
  • Kita sentiasa cenderung untuk memahami sesuatu situasi, dalam menyelesaikan sesuatu kekusutan.
  • Kita akan berasa kurang selesa sekiranya berdepan dengan sesuatu keadaan yang tidak menentu atau keadaan yang tidak dijangka.
  • Ketidakselesaan ini akan mendorong individu mencari penyelesaian atau keseimbangan.
  • Setiap kali individu memperolehi sesuatu pengalaman, mereka akan menyusun pengalaman-pengalaman ini di dalam minda masing-masing dan membentuk satu sistem yang dipanggil skema.
  • Proses penyusuan dan pembentukan skema ini dipanggil organisasi.
  • Skema-skema ini akan digunakan oleh individu apabila mereka berdepan dengan sesuatu situasi yang memerlukan penyelesaian.
  • Pembentukkan skema bermula sebaik sahaja seseorang individu dilahirkan. Ia bermula dengan pembentukan skema yang mudah kemudian beransur kepada skema yang lebih kompleks.
  • Contohnya: bayi membentuk skema untuk mencapai sesuatu objek, kanak-kanak membina skema-skema untuk mengkategori sesuatu benda atau skema untuk mengenal huruf. Anda membentuk skema untuk memandu atau memasak.
  • Dalam banyak situasi, skema-skema yang dibentuk ini akan berdepan dengan situasi yang baru.
  • Contohnya: kanak-kanak yang telah mengenal huruf berdepan dengan situasi baru untuk menyusun huruf-huruf tersebut membentuk perkataan. Anda yang mempunyai skema untuk memasak nasi putih akan buntu sekiranya diminta memasak nasi tomato.
  • Dalam situasi-situasi yang baru ini, individu akan berdepan dengan masalah.
  • Mereka perlu mengubahsuai skema lama kepada skema baru di panggil adaptasi.
  • Adaptasi melibatkan dua proses yang saling berkait iaitu asimilasi dan akomodasi.
  • Asimilasi berlaku apabila individu cuba memahami pengalaman baru dan cuba untuk menyesuaikan pengalaman ini dengan skema-skema yang telah sedia ada.
  • Contoh: dalam mengenal huruf, kanak-kanak mungkin akan menyatakan ‘d’ sebagai ‘b’ apabila diperkenalkan. Melalui pengalaman dan bimbingan, kanak-kanak akan cuba memadankan pengetahuan baru ini dengan skema lama yang telah ada.
2. Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, anak secara aktif menciptakan pengalaman mereka sendiri.
Vygotsky memberikan peran yang lebih penting pada interaksi sosial dan budaya dalam
perkembangan kognitif anak. Dengan kata lain, perkembangan kognitif anak sebagai
sesuatu yang tidak terpisahkan dari akt
ivitas sosial dan budaya. Vygotsky percaya bahwa
perkembangan ingatan/memori, atensi, dan penalaran, mencakup
belajar menggunakan
penemuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematis, dan strategi ingatan.
Menurut
teori ini pengetahuan tidak dihasilkan da
ri dalam diri individu, melainkan dibangun
melalui interaksi dengan orang lain dan benda budaya, seperti buku. Ini menunjukkan
bahwa pemahaman dapat ditingkatkan melalui interaksi dengan orang lain dalam
aktivitas yang kooperatif
(Santrock, 2002 dan 2008)
.
Lebih lanjut
Vygotsky
(Santrock, 2002 dan 2008)
menegaskan bahwa secara aktif anak
-anak menyusun pengetahuan dan mengembangkan konsep
-konsep mereka secara sistematis, logis dan rasional yang diperoleh dari koneksi
-koneksi sosial dengan orang lainyang kompeten. Jadi dalam teori Vygotsky orang lain dan bahasa
,memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif anak. Interaksi sosial anak dengan orang dewasa yang lebih terampil danteman sebaya, akan meningkatkan perkembangankognitifnya. Melalui interaksi ini pula anggota masyarakat yang kurang terampil dapat belajar dari anggota masyarakat lain untuk beradaptasi dan berhasil di masyarakatyang lebih luas.









Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).



Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
  • Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
  • Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
  • Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
=== Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran pendidikan agama Kristen.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman [1].
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Daftar isi [sembunyikan] 1 Teori Belajar Menurut Thorndike 2 Teori Belajar Menurut Watson 3 Teori Belajar Menurut Clark Hull 4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie 5 Teori Belajar Menurut Skinner 6 Analisis Tentang Teori Behavioristik 7 Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran 8 Rujukan

[sunting] Teori Belajar Menurut Thorndike Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
[sunting] Teori Belajar Menurut Watson Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Teori Belajar Menurut Clark Hull Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar Menurut Skinner Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Analisis Tentang Teori Behavioristik Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara; Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama; Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar